Oleh Prof. Jazi Eko Istiyanto, Ph.D., MIET.,MIEEE ( http://www.jazieko.com )

Skripsi – tugas akhir S1 – , ataupun Thesis – tugas akhir S2 – HARUS selesai dalam waktu 4(empat) bulan karena 2(dua) bulan diperlukan untuk ujian, revisi, dan proses yudisium.  Sifatnya sedikit berbeda. Untuk S1 tidak perlu ide baru (walau ide baru tidak dilarang, tetapi tidak harus) dan tidak diharuskan ada analisis yang mendalam.Selama ada desain hardware/software, ada prototipe hardware/software, ada pengujian (testing), dan ada kesimpulan. Untuk S2 diperlukan analisis yang lebih mendalam dan ada sedikit ide (tidak harus baru juga).
Dissertation (ini istilah USA utk tugas akhir S3, di UK tugas akhir S3 disebut Thesis sedangkan S2 disebut dissertation). Saya cenderung mengadopsi istilah UK, karena mahasiswa S3 diharuskan mempunyai pendapat (thesis) tentang sesuatu hal dan kemudian membuktikan/menguji pendapatnya dengan mambangun prototipe hardware/software. Mahasiswa S3 harus mempunyai ide baru atau memingrasikan ide X untuk problem Y menjadi ide X untuk problem Z. Misalnya konsep virus dalam ilmu biologi diterapkan pada konsep virus dalam ilmu komputer. Disseration S3 harus selesai dalam waktu 3(tiga) tahun.
Skripsi, thesis, dan dissertation adalah proyek, karena itu diperlukan manajemen proyek. Dalam manajemen proyek, kita kenal segitiga proyek : scope (batasan masalah) , cost (biaya) , schedule (jadwal). Ketiga hal ini membentuk quality (kualitas).Dalam tugas akhir kita melakukan trade-off antara scope, cost, dan schedule. Bila schedule molor (ada keterlambatan) maka pasti berimplikasi pada cost (misalnya SPP yang harus dibayar). Karena itu, scope harus jelas sebelum kita mulai. Kejelasan ini dapat didukung dengan membaca banyak paper ilmiah jurnal (karen jurnal memuat paper yang telah direview oleh para pakar) dan yang diterbitkan belum lama lalu (masih baru) agar kita tidak terjerumus pada reinventing the wheel, melakukan penelitian S3 yang sudah bukan merupakan problem penelitian lagi. Artinya, pertanyaan riset kita telah lama terjawab.
Kondisi terburuk adalah bila kita menunda-nunda selesainya tugas akhir dengan harapan dengan bertambahnya waktu kita dapat ide yang lebih baik yang dapat meningkatkan kualitas tugas akhir kita. Di beberapa program studi dan perguruan tinggi, tugas akhir yang selesai tetapi waktunya molor, tidak mungkin memperoleh A, walau bagus sekali kualitasnya, karena melanggar kendala waktu. Lebih parah lagi, bila sudah ditunda penyelesaiannya, tugas akhir kita tetap saja jelek kualitasnya :-)
Kebiasaan menunda-nunda ini disebut procrastination. Procrastination adalah musuh produktivitas.
Pekerjaan tugas akhir bukanlah magnum opus, bahkan pekerjaan S3 sekalipun. Kita tidak mencari greatness (kehebatan)  tetapi completeness (kelengkapan). Mahasiswa hanya diharuskan menunjukkan kompetensi untuk melakukan riset dan menerapkan metodologi riset yang tepat untuk judul yang ia pilih. Tidak pernah ada tugas akhir yang menyelesaikan persoalan dunia. yang ada adalah menyelesaikan satu persoalan kecil dan memunculkan persoalan-persoalan baru lainnya. persoalan-persoalan baru sebagai produk samping penelitian S3 tertuang dalam SARAN (Future Works).
Prinsip 1 : Do not get it perfect, get it done — Jangan menulis skripis/thesis/disertasi yang sempurna, selesaikan saja!
Prinsip 1 adalah akibat dari
Sifat 1 : A thesis must have a flaw — setiap thesis (skripsi, disertasi juga termasuk) pasti memuat kekurangan.
Hanya kitab suci (misalnya Al-Qur’an) yang tidak mengandung kesalahan — Wa lam yaj’alahu ‘iwajan — He has not made therein any crookedness (QS 18:1)
Mereka yang menganggap tugas akhirnya akan merupakann magnum opus, biasanya malah tidak segera selesai dan terancam drop-out. Mungkin karena mereka akan menulis ‘kitab suci’ maka Tuhan tdk pernah menolongnya. Mana mungkin Tuhan menolong ‘kompetitornya’? :-)
Tugas akhir harus diawali dengan rencana (proposal) dan rute menuju tercapainya rencana. Kita juga harus tahu kapan berhenti (selesai).
Disertasi S3 haruslah memuat sesuatu yang baru bagi semua orang (new to everyone). Ini adalah hasil riset primer (primary research). Untuk memperoleh sesuatu yang baru bagi semua orang, mahasiswa S3 perlu melakukan riset sekunder(secondary research) untuk memperoleh sesuatu yang bersifat baru untuk dirinya (new to you). “New to you” diperlukan untuk memperoleh pengetahuan yang cukup mengenai topik penelitiannya.
Mengapa kita perlu membaca literatur (untuk mahasiswa S2/S3 dilarang membaca textbook. Bacalah paper dari jurnal internasional  bereputasi atau jurnal nasional terakreditasi. Textbook berisi informasi yang sudah usang bagi riset)?
(1) menguasai literatur – misalnya paper terbaru tahun berapa, terbit di mana, idenya apa?
(2) memetakan komunitas – misalnya kelompok-kelompok riset di mana saja yang melakukan riset, apa perbedaan metodenya, apa keunggulan dan keterbatasan masing-masing.
(3) mengidentifikasi ceruk riset kita – apa kekhasan riset kita dan bagaimana posisinya dalam komunitas riset, utk mengetahui kontribusi kita
Disertasi S3 adalah suatu bukti kompetensi riset mhs S3:
(1) penguasaan tentang topik penelitiannya
(2) kedalaman riset
(3) penghargaan atas disiplin ilmunya
(4) kemampuan meneliti secara mandiri (independent research)
(5) kemampuan mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian dan kaitannya dengan peneliti lain di bidangnya
Jadi disertasi S3 bukanlah magnum opus (sutau proyek penelitian yang hebat yang berakhir pada puncak kerja hebat), tetapi disertasi S3 adalah bukti kompetensi dan profesinalisme, bukan kehebatan!
Mhs S3 harus banyak membaca, menulis, mengelola bibliografi, mempublikasikan, berdiskusi dg pembimbing (promotor/kopromotor), membuat backup pekerjaannya, membaca disertasi di bidangnya dari hal 1 hingga halaman terakhir.
Mhs S3 harus mampu menunjukkan
(1) kemampuan mengenali dan memvalidasi masalah penelitian
(2) kemampuan berpikir secara orisinil, independen, dan kritis, serta kemampuan mengembangkan konsep teoritis
(3) pengetahuan tentang perkembangan terkahir di bidang risetnya dan bidang-bidang yang terkait.
(4) pemahaman tentang metodologi riset dan teknik riset yang relevan serta aplikasinya yang sesuai utk topik risetnya.
(5) kemampuan menganalisis dan mengevaluasi secara kritis penemuannya dan penemuan orang lain
(6) kemampuan merangkum, mendokumentasikan, melaporkan, dan melakukan refleksi atas perkembangan risetnya
(7) pemahaman yang luas tentang konteks risetnya pada tingkat nasional maupun internasional
Perbedaan antara tahapan-tahapan riset S3 dapat dilukiskan sebagai berikut:
Mahasiswa S3 Tahun Pertama : 
(1) mengetahui bidang penelitiannya
(2) membaca referensi untuk mengetahui apa yang telah diketahui orang (komunitas risetnya)
(3) melakukan survey, koleksi data/fakta, dan membuat laporan
(4) memikirkan bagaimana mengorganisir sumber-sumber/bahan penelitian
Mahasiswa S3 Tahun Kedua : 
(1) mengetahui topik penelitiannya
(2) mengorganisir informasi
(3) memikirkan bagaimana mengidentifikasikan research questions (pertanyaan-pertanyaan riset)
Mahasiswa S3 Tahun Ketiga :  
(1) mengetahui permasalahn yang ia teliti
(2) memilih informasi yang relevan
(3)memikirkan apa yang sudah disebutkan dalam research questions
Mahasiswa S3 Tahun Keempat (menjelang lulus) :  
(1) memiliki research evidence (data-data pendukung thesisnya)
(2) membaca referensi untuk mengetahui apa yang belum diketahui orang
(3) mengevaluasi dan memilih informasi
(4) memikirkan tentang apa yang belum dilakukan orang lain berkaitan dengan reserach questions yang dia angkat.
Mhs S3 harus mampu menunjukkan
(1) memposisikan research question dalam peta bidang ilmunya
(a) apa pentingnya research question tsb pada bidang ilmunya
(b) posisi research question dalam kaitannya dengan riset serupa
yang dilakukan peneliti lain
(c) identifikasi dan kritik atas pendekatan/solusi alternatif
(2) penguasaan istilah akademik bidang ilmunya
(a) penggunaan istilah teknis secara benar
(b) menjamin bahwa tdk terjadi salah ketik, salah tanda titik,
koma, titik-koma, penggunaan tata bahasa yang kurang benar
dsb.
(c) menjamin kebenaran urutan penomoran tabel, gambar, listing program dsb. dan merujuknya secara benar di dalam teks disertasi (tidak boleh ada tabel, gambar, listing program yang tidak diberi nomor, atau sama sekali tidak dirujuk. Tidak boleh ada “seperti terlihat pada gambar di bawah ini”, tetapi sebaiknya “seperti terlihat pada gambar 3″)
(d) menjamin bahwa semua referensi dalam daftar pustka dirujuk pada teks disertasi dengan cara perujukan yang benar. Bila daftar pustaka urut abjad nama terakhir penulis pertama, maka perujukannya dengan cara menyebut nama terakhir semua penulis disertai tahun terbit atau dengan penggunaan et.al bila penulis lebih dari dua orang. Pada daftar pustaka tdk boleh ada et.al (semua penulis harus ditulis). Misalnya
Penulis : Abdullah Paimin, Siti Nurjannah Paijem, dan Maria Magdalena Painem
Judul : Implementasi Jaringan Sensor Nirkabel Berbasis Mikrokontroller dan Zigbee
Tahun Terbit ; 2008
Diteritkan di : Proceedings Seminar Nasional Teknologi Informasi
maka di daftar pustka ditulis
Paimin, A., Paijem, S.N., dan Painem, M.M., 2008 : Implementasi Jaringan Sensor Nirkabel Berbasis Mikrokontroller dan Zigbee, Proc. Seminar Nasinoal Teknologi Informasi.
kemudian dirujuk dengan cara (Paimin et.al, 2008) atau (Paimin, Paijem dan Painem, 2008)
Bila perujukannya menggunakan angka, maka disusun urut kronologi perujukan. Di daftar pustaka,
[3]  Paimin, A., Paijem, S.N., dan Painem, M.M., 2008 : Implementasi Jaringan Sensor Nirkabel Berbasis Mikrokontroller dan Zigbee, Proc. Seminar Nasinoal Teknologi Informasi.
dan dirujuk dengan cara, misalnya, menurut [3]….dst
(3) Penguasaan literatur yang terkait
Mulailah dengan membaca paper “review” atau “survey”, misalnya search di Google : “wireless sensor network a survey pdf”
maka kita akan menemukan paper yang merangkum penelitian di bidang wireless sensor networks, wireless sensors and actor networks, wireless multimedia sensor networks, dsb. Peran survey paper atau review paper sangat besar karena menghemat waktu kita. Dari pada mencarti sendiri masing-masing paper (yang mungkin berjumlah ratusan), kita cukup membaca rngkumannya (tentu saja dengan tetap bersikap kritis) yang telah ditulis para peneliti kaliber dunia (biasanya review paper atau survey paper ditulis atas “undangan” journal penerbitnya dan biasanya dipilih tokoh dunia di bidang itu).
Karena mayoritas literatur ditulis dalam bahasa Inggris, maka TOEFL/IELTS merupakan syarat bagi banyak program S3. Sedikit sekali mhs S3 yang bisa survived dengan TOEFL ’seadanya’. Cara mempelajari bhs Inggris adalah denga  memperhatikan pola-pola dan memperhatikan bagaimana orang Inggris menggunakan kata-kata bhs Inggris.
(4) Metodologi riset : bidang yang berbeda mengadopsi metodologi riset yang berbeda. Bahkan dalam keluarga Computing Curricula 2008 (Computer Science, Computer Engineering, Software Engineering, Information Systems, dan Information Technology) pun berbeda-beda, walau satu keluarga. Mhs S3 harus menguasai betul metodologi riset di bidangnya : apa yang dianggap sbg data, bukti riset, bgmn data dianalisis, dsb. serta mampu mengkritisi pendekatan tersebut terkait dengan keunggulan dana kelemahannya.
(5) Penguasaan teori dibidangnya. Teori sebaiknya diperoleh dari paper, bukan dari textbook. Sebuah thesis/disertasi bukan sebuah produk jadi. Kalau dalam pekerjaan S3 diperlukan menulis software atau menyusun hardware, maka software dan hadware tersebut ‘hanya’ diperlukan untuk membuktikan pendapat (thesis) mhs S3. Mhs S3 adalah researcher, bukan developer. Tidak ada gunanya menyusun software/hardware yang memnuhi kualitas industri, cukup prototype saja.
(6) Kedewasaan akademik (academic maturity)
Promotor/ko-promotor hanyalah memberi masukan. Setelah itu, terserah mhs S3 sendiri. Promotor/ko-promotor tdk bertugas mengkoreksi salah ketik, mereka hanya ada untuk mengkritisi posisi disertasi apakah sudah layak uji atau belum.  Disertasi adalah pekerjaan independen mhs S3, karena itu diperlukan kedewasaan akademik. Ketika saya ujian Ph.D, maka saya hanya menghadapi penguji internal, dan penguji eksternal. Supervisor saya tdk ada di ruang ujian, bahkan tidak menandatangani Thesis S3 saya. Di UGM, seorang promovednus harus berhadapan dengan 9 (sembilan) orang penguji. Di UK, ujian S3 dinamakan Ph.D Viva.
Sebuah proposal untuk penelitian S3 harus pula memenuhi syarat “doability” (dapat diselesaikan) dalam waktu 3 (tiga) tahun. Sebuah proposal yang memuat pertanyaan riset yang layak untuk pekerjaan S3 tetapi tidak dapat diselesaikan dalam waktu 3 tahun, bukanlah sebuah proposal yang baik. Isi proposal, selain pertanyaan riset, juga harus memuat jadwal pengerjaan (biasanya dikemukakan dalam bentuk Gantt Chart), serta metodologi penelitiannya (biasanya dikemukakan dalam bentuk flowchart).